Bukan Hanya Mimpi

Posted by cupskadek.blogspot.com | Posted in | Posted on 01.58

Introduction
Chapter 1

Semakin dekat waktu mengarahkan langkahku menuju satu ruangan. Ruangan yang sejak beberapa menit yang lalu, pasti sudah ditunggui penjaga yang punya nilai kedisiplinan tinggi. Ruangan yang seolah tanpa harapan, ruangan berpenghuni tapi seakan mati ketika kulihat ekspresi lelah dari para penghuninya. Seperti itulah keadaan ruangan itu di selasa pagi.
Ku langkahkan kaki ini lebih cepat dibarengi dengan lari-lari kecil, karena ku tahu 4 menit lagi, ruangan itu akan menutup kemungkinanku untuk tidak mendapatkan surat peringatan. Tak kupedulikan kumpulan lutung yang berjejer di depan lorong, ketika mereka menolehkan mukanya dengan pandangan yang seolah menertawakan diriku. Fikiranku hanya terfokus pada satu Tanya, bagaimana caranya agar aku masih bisa masuk ke ruangan itu. Hingga akhirnya, akupun sampai di depan pintu ruangan itu. Tarik ulur antara keinginan dan ketakutan pun tak terhindarkan. Dan ku beranikan diri untuk mengetuk pintu tersebut.
Tok…tok…tok…
“Masih boleh masuk bu?”tanyaku dengan ekspresi muka paling bloon yang aku punya.
“Jam 7 lebih 8 menit, yah silakan” dosen yang terkenal disiplin itupun memperbolehkanku untuk mengikuti perkuliahannya, walau dengan wajah yang sedikit tidak ikhlas.
“masih ada yang di belakang?”
“gak tahu bu, saya gak lihat ke belakang.”
“ya sudah, tutup pintunya!”
Aku pun bergegas mencari tempat duduk yang masih tersisa di barisan belakang. Emang dasar sial, di belakang pun gak ada yang kosong. Dan yang tersisa hanya tinggal bangku kedua dari depan. Untunglah bangku tersebut sudah di huni satu orang temanku, jadi aku takkan mengalami ketakutan sendirian.
Dennis Hendriansah, itulah nama dari temanku yang kini ada di samping bangku. Tak ubahnya seperti saudaraku sendiri, kini ku mulai mengetahui karakter dari seorang playboy majalengka tersebut. 3L, Lucu, Lugu, dan Leleus, itulah karakter yang kulihat dari dia. Di luar dari kebaikan yang ia tunjukkan, ia adalah orang yang mau menerima kehadiranku dalam kehidupannya. Semoga ini kan tetap bertahan dan terus terjaga, semoga…
Tak lama berselang, terdengar derap langkah yang membangunkan pasukan cecunguk di bawah tanah, bahkan mungkin di kedalaman 100 meter pun mampu menangkap getaran dari langkahnya. Lalu . . .
Brug…….Brug…..Brug……
Tok…tok….tok…
“Assalamualaikum…” dengan wajah dingin dan pandangan mata yang tertutup kaca mata, si badan besar ini pun melenggang dengan santainya seperti berjalan di catwalk saja.
“Dari mana saja kamu?” Tanya bu dosen ini dengan nada sedikit tinggi.
“Bocor bu.”jawabnya lantang dan tenang.
“Apanya yang bocor, badanmu?” pertanyaan kedua yang mengembalikan tawa para penghuni lain di ruangan itu.
“Ban motor saya bu.”kembali pertanyaan itupun di jawabnya dengan sangat tenang.
“Ya sudah, tapi minggu depan ibu gak janji masih mengizinkanmu masuk, dengan alasan yang sama.” Peringatan itupun meredupkan kembali spirit para penghuni 2A JTK 2008.
“Iya bu, makasih…” lagi-lagi, peringatan itupun ditanggapi dengan tenangnya.
Fajar Septian, atau lebih dikenal sebagai otong ini pun melenggang mulus menuju bangku yang tersisa. Sayang, bangku yang tersisa letaknya di depan bangku yang kutempati, otomatis badannya menutup pandanganku ke whiteboard. Hah… tak ada pilihan lain, selain menerimanya dengan ikhlas.
Otong, si badan besar yang dewasa. Itulah yang bisa ku nilai dari dirinya, sosok yang banyak memberikan ceramah di saat temannya gundah, selalu berusaha membuat kita tertawa, walau gak jarang bikin kesel temannya yang jauh lebih kecil, badannya. Selain itu, pembawaanya yang kalem jadi inspirasi buatku bisa lebih tenang dalam menyelesaikan masalah.
“Tonk, geus mencug nya kamari?” Denis memulai api pertikaian diantara mereka.
"Naha kitu?"jawabnya sambil sedikit mengerutkan dahi dan perutnya, pertanda heran.
"Nya..., teu biasana weh maneh kalem kitu nyangharapan maung nu di harep itu."
"Heeh tong, asa beda poe ayna mah, loba nyerengeh wae euy?"aku pun mengamini apa yang denis sampaikan.
"Oh... biasa lah eta mah, kerek insert coin tadi peuting, haha..."jawabnya sambil tersenyum manis.
"Oohh... paingan asa ganteng ayna mah, hehehe...!"kami berdua pun kompak menanggapi pernyataan si wrangler badan besar itu dengan sedikit asumsi tak percaya.
Sayang perbincangan kita terhenti sampai disitu, karena perkuliahan akan segera di mulai.

Lama ku terduduk sepi dalam kamar yang penuh cerita ini. Sampai akhirnya dering telefon selularku menghentikan semua imajinasi dalam fikiranku.
Cup, bisa nyanyi teu ? seperti itulah pesan yang disampaikan Reza Irwanto, si betot dari Cilegon.
Bisa lah nyanyi hungkul mah, ngan masalah fals atau henteu na teuing tah. Emang kunaon kitu?
Maneh apal lagu laruku teu?stay away?
Henteu, paling nu urang apal mah New World jeung Jiyuu Eno Shoutai.
Ngke teh rek aya acara closing pom euy, butuh vokalis!
OK lah, ngke ku urang apalken lah laguna, stay away kan?
Sip, tapi mun teu apal mah, naon weh nu maneh apal, ngke ku urang ulik.
Nya sok atuh.
Reza, humoris, royal, tapi terkadang menyebalkan, apalagi jika sudah bicara, tak bisa berhenti, atau dalam bahasa sundanya, gugrudugan teu puguh . Dialah orang yang pada cerita di bagian selanjutnya, mengenalkanku pada seorang wanita yang menjadi inspirasiku dalam menulis lagu.
Seiring dengan berjalannya waktu, aku pun mulai membiasakan diri untuk memahami karakter para personil band yang lain. Sayang, dilemma ini tak mau pergi. Satu tanya yang paling mengganggu adalah, mengapa ketika aku masuk, harus ada yang keluar?
“Ran, naha maneh teu ngilu deui jeung urang-urang?”
“Kie cup, hoream urang teh euy, aliranna teu abus jeung urang mah.” jawab Rana Pahlawan Rahman dengan kerut muka yang menutupi keceriaan di hatinya.
"Yeh, da urang oge basic na mah tina metal, tapi urang mah resep nyobaan anu anyar, saha nu nyaho urang bisa leuwih sukses di dunia iye, bener teu?" aku mencoba memberikan support, dengan harapan dia mengurungkan niatnya untuk hengkang dari band ini.
"Heeh oge sih, tapi da kumaha atuh, malah jadi teu ngeunah ka urang na. Nya ngke weh ku urang fikirkeun deui nya." jawabnya dengan tenang.
"Okelah kalo begitu, tapi maneh kaluar lain gara-gara urang abus kan?"
"Nya henteu atuh kang, eta mah pilihan urang sorangan."
Namun dilema ini tetap tak ingin pergi, selalu ada rasa bersalah ketika aku ingat bahwa Rana adalah bagian dari personil band ini. Tapi setidaknya, aku sedikit lebih tahu siapa Rana kini. Rana, Lugu, Culun, dan sama-sama Royal seperti halnya Reza. Sayang, kemalasan yang dia miliki, menahan langkahnya untuk menjadi orang yang sempurna.

"Cup, kumaha compiler beres?"
"Alhamdulillah beu."
"Alhamdulillah naon, beres.?"
"Lain, Alhamdulillah beuki jangar maksudna, hehe... Ari maneh kumaha?"
"Ah nya kitu weh, sarua..."jawabnya, dengan gaya bicara si udin dalam cangehgar.
"Sarua kumaha maksudna?"
"Sarua weh jangar, mending sare . . ."
"Ah, teu rame ah maneh mah ngabodor teh...." jawabku dengan gaya bicara si icih dalam cangehgar.
Abdurrahman Harits, popular dengan sebutan Abeu si ganteng kalem. Saking gantengnya, bahkan terkadang ku berharap tak pernah foto bersebelahan dengannya, sieun kabeubeut. Karakter yang kalem, humoris, namun terkadang keras kepala ini, adalah salah satu teman yang ku percaya sebagai tempat curhat. Banyak kisah cinta yang sama diantara kita berdua, itulah alasan mengapa ku merasa nyaman ketika kita curhat, dan yang penting adalah dia tak terlalu banyak bicara.


"Geus apal cup lagu teh ?"
"Lumayan lah, ngan angger kudu ningali lirik saetik-satik mah bang, ari nada mah geus apal lah."
"Nya alus atuh." jawabnya dengan simpel, singkat, dan jadi pertanyaan dalam benakku. welcome gak nih ini orang, kalo aku jadi bagian dari band ini? untunglah dengan berjalannya waktu, aku merasa kekhawatiranku tak ada artinya. aku merasa telah jadi salah satu bagian dari band ini.
"Jadi, rek iraha atuh latihan, sabtu ayna urang gawe euy ka garut nyieun web yeuh?"
"Nya engges atuh mun didinya kosong jadwalna weh."
"ok lah, isukan weh beres pa Ridwan ."kembali jawabannya simple dan membingungkan.
"Engges kie weh bang, pa Ridwan tonk abus, meh bisa lila ngarentalna."Hilman tiba-tiba datang, di sela-sela perbincangan kita.
"Nah ari maneh, datang-datang mere solusi yang bagus, hehe... ari urang mah hayu wae. kumaha cup?"
Belum sempat aku menjawab, hilman kembali nyerobot . . .
"Geus cup, hayu lah, sakali weh cobaan mabal..." dengan sedikit nyengir hilman mencoba meyakinkanku.
"Aduh . . ., berat euy pilihanna, tapi hayu lah."dengan nada sedikit ragu aku pun mengamini pernyataan mereka berdua.
"Tah kitu atuh cup, eta kerek dulur aing." Hilman kembali merayuku dengan gombalnya.
"Bener teu bang?"hilman mencoba meminta support dari si abang.
"Heeu..."
"Mabal teh alus lain?" lagi-lagi hilman berbicara, di saat abang akan menjawab pertanyaannya.
"Naha ari sia, aing rek iraha ngomongna atuh ari maneh ngomong wae mah." dengan nada sedikit tinggi, si abang pun memarahi Hilman.
"Tuh kan jadi poho deui rek ngomong naon urang bie teh, geus ah balik we lah, lieur."
Mochammad Rezkya, lebih dikenal dengan sebutan si abang. Pribadi yang terlihat angkuh, bagi orang yang belum mengenalnya. Tapi seiring berjalannya waktu, ku mulai mengenal dia sebagai pribadi yang serius dan jenius.
Hilman Farid, orang yang satu ini gak ubahnya anak kecil berumur 12-14 tahun, padahal jakun dah lebih gede dari jempol tangannya. Kelakuannya yang membuat aku berfikir seperti itu. Selain itu, dia juga mudah marah, pundungan lebih tepatnya. tapi di balik itu semua, dia punya satu kemauan untuk maju, walau kadang caranya juga salah.

Inilah awal dari cerita yang aku impikan bisa berarti lebih untuk hidupku. dan aku yakin bersama kalianlah, aku berjalan lebih tegar. bersama kalianlah, aku mampu menatap dunia lebih tegap. dan bersama kalianlah ku yakin bahwa mimpiku, BUKAN HANYA SEBUAH MIMPI.

to be continued....

Comments (1)

wah artikel yang menggugah banget sob, sekses buat kamu...

Posting Komentar

Find Your Future Here