Posted by cupskadek.blogspot.com | Posted in my story | Posted on 10.11
Sabtu, 19 Maret 2010, 05:15
Tepat di waktu itulah akhir dari segala perjuangan yang dijalani teman satu perjuanganku melawan penyakit yang tak sengaja menggelayuti tubuhnya. Sakit yang sebenarnya tak perlu ia rasakan dan tak perlu ia derita. Dan semua itu menyisakan satu pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab secara logika, Mengapa harus berakhir dengan cara seperti ini?
Sempat aku merasa ini semua hanyalah takdir Tuhan. Tapi di satu sisi, aku juga merasa ini tak adil. Perangai baik yang ia tunjukkan di kesehariannya, tak akan mengunci mulutku untuk berkata, "Dia makhluk yang baik". Tak adil rasanya jika dia harus pergi dengan segala kesakitan di 10 hari sisa hidupnya.
Andai saja dokter lebih teliti mendiagnosis penyakit yang dideritanya. Dan andai obat yang mereka berikan tak salah. Mungkin semua ini tak perlu tak terjadi. Tapi, jika aku berharap seperti itu, maka aku tak akan mengelak jika semua orang memanggilku makhluk paling munafik yang pernah ada.
Munafik, karena ketika aku percaya pada kuasa Tuhan, aku percaya pada kehendak Tuhan, dan aku percaya pada takdir Tuhan, mengapa aku harus berharap takdir ini kan berubah? Mengapa aku mesti meragukan nilai kebaikan yang diberikan Tuhan dibalik takdir ini? Perih memang, namun singkat jawab hatiku, INILAH TAKDIR...
Steven Johnson Syndrome, telah membuat semua orang di sekelilingnya seakan tak percaya penyakit yang menghentikan nafasnya ini kan menimpanya. Begitu pula aku, tak bisa berkata-kata dan hanya terdiam dalam pasrah.
Aku tak pernah membayangkan bagaimana rasanya, ketika orang-orang yang begitu dekat dengannya, yang tlah lebih jauh mengenal siapa dirinya, dan merasakan kehangatan dalam hidupnya, harus kehilangan sosok yang begitu sederhana.
Meskipun aku tak begitu dekat, tapi ku tahu, semua orang yang mengenalnya juga akan berkata bahwa dia adalah sosok yang tak pernah terlihat kecewa. Dan berangkat dari sana, aku merasa bahwa dia adalah sosok teman yang kan slalu dirindukan.
Tangis memang takkan mengubah apapun, Teh Is telah pergi dan takkan kembali. Kecewa pun begitu, hanya akan menyisakan kenangan-kenangan yang kan membuat kita terlalu lama larut dalam penyesalan. Hanyalah do'a yang mampu membuat semuanya jauh lebih baik. Do'a pula lah yang saat ini Teh Is butuhkan, bukan tangisan atau bayangan-bayangan harapan yang tiada arti.
Tanpa kita sadari, di balik kejadian ini, satu nilai yang paling tulus yang bisa ku dapat. Teh Is pergi bukan tanpa tujuan. Teh Is pergi bukan tuk meninggalkan kenangan.
Tapi dia pergi untuk satu pesan...
Remember Us To Die...
Allah telah memilih Teh Is sebagai jalan untuk mengingatkan kita agar kembali ke jalan-Nya. Pernahkah kita sadari, saat Teh Is masih ada dan bersujud bersama-sama tepat disamping kita, memanjatkan do'a yang begitu ikhlas kepada Yang Maha Kuasa. Dalam do'anya, dalam harapannya, ketika ia tertunduk begitu tulusnya, terucap satu permohonan agar dirinya menjadi makhluk yang berguna bagi orang-orang di sekitarnya, agar bisa menjadi teman yang baik, agar bisa menjadi sahabat yang membuat mereka kembali ceria ketika mereka terjatuh dalam tangis. Pernahkah kita sadari itu?
Allah mendengar do'a Teh Is. Kepergiannya tak hanya meninggalkan kesedihan dan kerinduan. Tetapi juga meninggalkan harapan agar kita lekas kembali mengingat-Nya.
Remember us that we're all gonna die, someday.
Bahagialah disana teman, kuyakin Allah lebih tahu bahwa engkau layak tuk bersanding bersama-Nya di kehidupan yang abadi.
Selamat Jalan Teh Is...
Sampai kapanpun kenangan yang tlah kau berikan, kan tetap bersemayam dalam hidup kita. Tawamu, senyummu, kesederhanaanmu, dan semua hal yang membuat kita "tak rela melepasmu", kan kita jadikan sandaran agar hidup kita lebih baik dari hari ini.
Do'a kami tak berhenti untuk makhluk terbaik yang pernah kami kenal...
Selamat Jalan...
Read More..
Tepat di waktu itulah akhir dari segala perjuangan yang dijalani teman satu perjuanganku melawan penyakit yang tak sengaja menggelayuti tubuhnya. Sakit yang sebenarnya tak perlu ia rasakan dan tak perlu ia derita. Dan semua itu menyisakan satu pertanyaan yang sampai saat ini belum terjawab secara logika, Mengapa harus berakhir dengan cara seperti ini?
Sempat aku merasa ini semua hanyalah takdir Tuhan. Tapi di satu sisi, aku juga merasa ini tak adil. Perangai baik yang ia tunjukkan di kesehariannya, tak akan mengunci mulutku untuk berkata, "Dia makhluk yang baik". Tak adil rasanya jika dia harus pergi dengan segala kesakitan di 10 hari sisa hidupnya.
Andai saja dokter lebih teliti mendiagnosis penyakit yang dideritanya. Dan andai obat yang mereka berikan tak salah. Mungkin semua ini tak perlu tak terjadi. Tapi, jika aku berharap seperti itu, maka aku tak akan mengelak jika semua orang memanggilku makhluk paling munafik yang pernah ada.
Munafik, karena ketika aku percaya pada kuasa Tuhan, aku percaya pada kehendak Tuhan, dan aku percaya pada takdir Tuhan, mengapa aku harus berharap takdir ini kan berubah? Mengapa aku mesti meragukan nilai kebaikan yang diberikan Tuhan dibalik takdir ini? Perih memang, namun singkat jawab hatiku, INILAH TAKDIR...
Steven Johnson Syndrome, telah membuat semua orang di sekelilingnya seakan tak percaya penyakit yang menghentikan nafasnya ini kan menimpanya. Begitu pula aku, tak bisa berkata-kata dan hanya terdiam dalam pasrah.
Aku tak pernah membayangkan bagaimana rasanya, ketika orang-orang yang begitu dekat dengannya, yang tlah lebih jauh mengenal siapa dirinya, dan merasakan kehangatan dalam hidupnya, harus kehilangan sosok yang begitu sederhana.
Meskipun aku tak begitu dekat, tapi ku tahu, semua orang yang mengenalnya juga akan berkata bahwa dia adalah sosok yang tak pernah terlihat kecewa. Dan berangkat dari sana, aku merasa bahwa dia adalah sosok teman yang kan slalu dirindukan.
Tangis memang takkan mengubah apapun, Teh Is telah pergi dan takkan kembali. Kecewa pun begitu, hanya akan menyisakan kenangan-kenangan yang kan membuat kita terlalu lama larut dalam penyesalan. Hanyalah do'a yang mampu membuat semuanya jauh lebih baik. Do'a pula lah yang saat ini Teh Is butuhkan, bukan tangisan atau bayangan-bayangan harapan yang tiada arti.
Tanpa kita sadari, di balik kejadian ini, satu nilai yang paling tulus yang bisa ku dapat. Teh Is pergi bukan tanpa tujuan. Teh Is pergi bukan tuk meninggalkan kenangan.
Tapi dia pergi untuk satu pesan...
Remember Us To Die...
Allah telah memilih Teh Is sebagai jalan untuk mengingatkan kita agar kembali ke jalan-Nya. Pernahkah kita sadari, saat Teh Is masih ada dan bersujud bersama-sama tepat disamping kita, memanjatkan do'a yang begitu ikhlas kepada Yang Maha Kuasa. Dalam do'anya, dalam harapannya, ketika ia tertunduk begitu tulusnya, terucap satu permohonan agar dirinya menjadi makhluk yang berguna bagi orang-orang di sekitarnya, agar bisa menjadi teman yang baik, agar bisa menjadi sahabat yang membuat mereka kembali ceria ketika mereka terjatuh dalam tangis. Pernahkah kita sadari itu?
Allah mendengar do'a Teh Is. Kepergiannya tak hanya meninggalkan kesedihan dan kerinduan. Tetapi juga meninggalkan harapan agar kita lekas kembali mengingat-Nya.
Remember us that we're all gonna die, someday.
Bahagialah disana teman, kuyakin Allah lebih tahu bahwa engkau layak tuk bersanding bersama-Nya di kehidupan yang abadi.
Selamat Jalan Teh Is...
Sampai kapanpun kenangan yang tlah kau berikan, kan tetap bersemayam dalam hidup kita. Tawamu, senyummu, kesederhanaanmu, dan semua hal yang membuat kita "tak rela melepasmu", kan kita jadikan sandaran agar hidup kita lebih baik dari hari ini.
Do'a kami tak berhenti untuk makhluk terbaik yang pernah kami kenal...
Selamat Jalan...
Read More..