Back To Black

Posted by cupskadek.blogspot.com | Posted in | Posted on 20.58

Mrs. X : “Aduh dek kamarana atuh eta teh marake baju harideung kitu?”
Mrs.Y : “ Nya paling geu kanu hajatan mereun!”
Mrs.X : “Yey, ari ibu kumaha titingalian teh, maenya rek ka nu hajatan make sapatu nu marencos kitu, trus eta beheung kuat dirantean siga anjing wae, ditambih deui buukna kuat di rancung-rancung kitu, garila abdi mah da!”
Mrs.Y : “Apanan gaya budak ngora ayeuna atuh bu, teu gaul sih ibu mah.”
Mrs.X : “gaya timana ah, nu aya ngan nyingsieunan hungkul!”
Mrs.Y : “muhun ibu da abdi ge sieun mah sieun, asal ulah diganggu helaan weh!”
Mrs.X : “heeh, da jurig!”

Kalo bukan orang sunda pasti bingung nih, ya udah aku translate dulu aja ke bahasa Indonesia.

Mrs. X : “Aduh pada mau kemana tuh pake baju item-item semua?”
Mrs.Y : “ ya, paling juga mau ke ondangan bu!”
Mrs.X : “Yey…, gimana sih ibu ini ngeliatnya, masa mau ke ondangan pake sepatu yang ujungnya tajem gitu, trus lehernya dipakein rante kayak anjing aja, ditambah lagi rambutnya pake di rancung-rancung segala, gila ngeliatnya ih!”
Mrs.Y : “kan gaya anak muda zaman sekarang dong bu, gak gaul sih ibu nya.”
Mrs.X : “gaya darimana ah, yang ada cuman nakut-nakutin doang!”
Mrs.Y : “iya bu, kalo masalah takut , saya juga takut. Asal jangan diganggu duluan aja!”
Mrs.X : “emang hantu!”

Seperti itulah perbincangan yang terdengar saat aku duduk bersebelahan dengan kedua ibu tersebut. Komentar yang sebenarnya sedikit menyindir, karena aku juga sering berpenampilan layaknya orang-orang yang diceritakan oleh ibu-ibu tersebut. Namun aku coba buat ambil sisi positif dari komentar negatif tersebut, dan memaknainya sebagai sebuah pelajaran.

Asumsi awal bagi orang awam yang melihat para rocker, punkrock, metal, ataupun komunitas orang-orang yang senang dengan black style, selalu negatif. Entah itu dilihat dari cara berpakaian, cara berjalan, gaya bicara, ataupun sikap yang ditunjukkan. Seperti yang dituturkan oleh kedua ibu tersebut, mereka menilai cara berpakaian yang kita(people with black style) tunjukkan itu salah. Mereka menilai bahwa cara berpakaian kita terlalu menakutkan. Terlepas dari asumsi kita, bahwa ini hanyalah sebagai style, tanpa ada indikasi untuk menakut-nakuti siapapun, tapi tetap saja bagi orang awam, ini terlihat “menakutkan”.


Terlebih lagi, saat ini banyak oknum-oknum black style yang menyalahgunakan tindakannya dengan berbuat onar. Seperti pemalakan, minum-minuman keras di muka umum, kebut-kebutan dan lain-lain. Telah membuat citra black style menjadi jauh lebih buruk.
Sebagai pelaku black style yang merasa tak pernah melakukan hal tersebut, pasti akan merasa sangat miris mendengar percakapan kedua ibu tadi. Bagaimana tidak, selama ini kita selalu berusaha berlaku sopan dengan black style yang kita punya. Paling tidak, kita tidak mengganggu kenyamanan orang lain, kalaupun kita tidak bisa membantu membuat semuanya menjadi lebih baik. Membantu dalam artian, menolong sesama yang bukan pelaku black style dalam bentuk apapun, sehingga mencerminkan asumsi positif di mata sebagian masyarakat.

Terkadang aku merasa tidak nyaman dengan keadaan seperti ini. Seperti ada hal yang menahanku untuk berpakaian serba hitam. Sesuatu yang sepertinya membuatku berfikir ulang untuk memakai gayaku sendiri. “ok, black style itu gaya kamu, tapi kamu udah siap buat jadi bahan perbincangan negatif orang-orang yang melihat gaya kamu?” seperti itulah hatiku berkata di setiap kali ku ingin keluar berpakaian serba black.

Jika kita melihat lebih jauh. Masih saja ada interaksi yang sangat buruk ketika secara sengaja atau kebetulan, kita bertemu dengan komunitas yang punya style beda, seperti Japanese style, British style, dan lain-lain. Berawal dari saling memberi tatapan sinis, kemudian saling mencibir dan memaki, kemudian berujung pada perkelahian, tawuran bahkan tidak menutup kemungkinan untuk saling bunuh.

Berangkat dari sana, aku berfikir bagaimana caranya merubah citra black style di mata masyarakat. Tentunya ini tak mudah, perlu kerjasama semua fihak pelaku black style. Langkah awal yang paling real dan mudah, berperilakulah sebagai manusia yang berfikir. Berfikir dalam artian, kita harus mampu membedakan cara bersikap dan bertutur kata ketika kita berada di lingkungan umum atau di lingkungan black style. Kita juga harus mampu menjadi bagian dari lingkungan tersebut, tidak untuk menjadi manusia yang mementingkan golongan saja. Kita semua manusia yang perlu berinteraksi dengan siapapun secara baik-baik. Kita boleh beda style, tapi kita mesti satu pemikiran bahwa kita terlahir sebagai makhluk sosial, yang takkan pernah bisa “hidup” tanpa bantuan orang lain.

Sempat terfikir dalam imajiku untuk mengadakan sebuah acara bertajuk “Black Is Back”. Sebuah acara yang terbuka bagi umum, khususnya para pelaku black style yang tujuannya untuk merubah citra buruk di mata masyarakat. Seperti apa gambaran acaranya, bisa dilihat di artikel selanjutnya “Black Day”. Dan mungkin djarum black bisa mengadakan acara yang tak jauh beda “Djarum Black Day : No Fear and Chaos". Namun itupun hanya imaji dari penulis saja. Akan seperti apa gambaran acaranya, belum sempat aku fikirkan. mungkin setelah selesai melengkapi 20 artikel wajib, akan saya fikirkan.

Semoga para pembaca yang memiliki kejadian serupa, punya keinginan yang sama untuk mencerminkan diri kita sebagai manusia yang berfikir, terlepas dari apapun style kita. Kita mesti meyakini bahwa semua hal tak ada yang tak mungkin, termasuk perubahan. Karena mendung pun tak selamanya kelabu.
So, back to black with no fear and chaos.

Comments (0)

Posting Komentar

Find Your Future Here