INDONESIA BUTUH WASIT ASING?

Posted by cupskadek.blogspot.com | Posted in | Posted on 03.51


Judul yang dihadirkan memang terasa sangat menyindir wajah persepakbolaan Indonesia. Bagaimana tidak, dari sekian banyak persoalan yang hadir di tubuh PSSI, masalah perwasitan adalah salah satu topik paling ramai di soroti media massa dan juga pecinta sepakbola Indonesia. Terlepas dari sedang menuju proses perbaikan kualitas sepakbola Indonesia, perwasitan sepakbola Indonesia masih terlalu jauh untuk dikatakan berkualitas.

“Siapa yang mesti disalahkan jika salah satu tim merasa dicurangi dengan keputusan kontroversial sang pengadil, toh wasit juga manusia kan”. Mungkin itulah kalimat pembelaan terhadap kritik yang diajukan masyarakat terhadap kualitas wasit Indonesia. Apapun tujuannya, harusnya PSSI bisa belajar dari pernyataan mereka sendiri, bahwa wasit adalah manusia. Menanggapi pernyataan tersebut, saya hanya berpendapat bahwa manusia pun harusnya bisa belajar dari pengalaman, bisa belajar untuk menjadi lebih baik, tak ada salahnya juga kan, toh wasit adalah manusia.

Kasus paling terbaru adalah laga Arema Indonesia vs Persebaya Surabaya yang berkesudahan 1-0 untuk keunggulan tuan rumah. Kata-kata “wasit g****g…” masih terus saja mengalir di setiap sudut kota di Surabaya. Ini tak lepas dari kemarahan bonekmania, supporter Persebaya Surabaya yang merasa penalti yang dihadiahkan kepada Arema di menit-menit akhir itu adalah keputusan kontroversial. Memang jika kita lihat lebih dekat, penalti itu sangatlah kontroversial. Muhammad Ridhuan ditengarai melakukan diving, dengan sengaja menjatuhkan diri terlebih dahulu sebelum kontak fisik dengan Anderson da Silva, bek Persebaya. Dan secara kacamata manusia awam yang mengerti sepakbola, itu memang diving dan tak pantas diberi hukuman penalti. Apa yang menjadi dasar sang pengadil untuk memberikan penalti ? Hanya wasitlah yang bisa menjawabnya.


Sangat disayangkan memang, persepakbolaan Indonesia yang bersiap menjadi tuan rumah PD 2022, masih jauh dari kata layak. Mungkin inilah salah satu alasan mengapa persepakbolaan Indonesia membutuhkan wasit asing. Benarkah?
Jawabannya bisa ya, bisa tidak. Mengapa? Berikut ini alasan mengapa saya berkata seperti itu:
Ya,
• Jika dilihat dari kualitas wasit PSSI yang berstandar FIFA, hanya ada satu nama, Jimmi Napitupulu. Bagaimana dengan yang lain? Nihil.
• Wasit yang dikatakan layak untuk memimpin pertandingan, hanya ada beberapa nama. Sebutlah Purwanto, Yesayas Leihitu,
• Mafia Wasit. Sayangnya, dari beberapa kasus yang dilimpahkan ke komdis PSSI dan BLI, hanya beberapa kasus yang bisa diselesaikan.
• Pemain seakan tidak begitu respect terhadap wasit. Begitu banyaknya kasus pemukulan terhadap wasit, baik oleh penonton, pemain, dan pengurus tim, bisa dijadikan acuan betapa wasit tidak lagi berperan sebagai pemimpin pertandingan, melainkan “pemimpin perkelahian”. Wasit menjadi sasaran kemarahan tim yang kalah, walaupun keputusannya sudah benar.
• Posisi wasit tidak begitu mumpuni untuk memberikan keputusan. Tak jarang kita melihat titik terjadinya pelanggaran, dengan posisi wasit lebih dari 20 meter. Padahal menurut aturan, sebaiknya wasit berada tidak jauh dari bola, jarak terjauh wasit dengan bola maksimal selayaknya 20 meter.
• Fisik wasit yang tidak layak. Sangat jelas terlihat dalam sebuah pertandingan, dimanapun itu, wasit terlihat berjalan santai, padahal jarak bola dengan wasit sudah sangat jauh . biasanya ini terjadi menit-menit akhir pertandingan, khususnya di babak kedua.

Tidak,
• Wasit asing belum bisa memberikan jaminan bahwasanya suatu pertandingan akan berjalan “adil”. Lebih dihargai pemain mungkin ya, tapi untuk sebuah keputusan, tak jarang wasit asing pun salah. Sebut saja wasit terbaik dunia 2002,Pierluigi Collina pernah membuat keputusan kontroversial saat memimpin pertangan Argentina Vs England di PD 2002 dengan memberikan hadiah penalti untuk England.
• Anggaran yang keluar untuk membayar wasit asing lebih mahal daripada bayaran wasit lokal.
• Harga diri persepakbolaan Indonesia dinilai lebih rendah di mata dunia. Bagaimana tidak, untuk urusan pengadil saja, masih membutuhkan tenaga dari luar, apa kata dunia?
• Mafia wasit masih terjadi. Kasus paling kuat adalah, calciopoli di Italia. Sampai saat ini saja, FIGC(PSSI-nya Italia) masih belum sepenuhnya menuntaskan mafia peradilan sepakbola Italia.
• PSSI bisa memberikan kesempatan untuk wasit-wasit Indonesia belajar di luar, misalkan Inggris. Wasit Indonesia bisa di sekolahkan lagi disana dan mengikuti sertifikasi wasit berstandar FIFA.

Namun, semua kembali kepada PSSI. Tentu saja ini hanyalah sebuah pendapat dari kekesalan saya terhadap kualitas wasit Indonesia. Kita semua tentu setuju, jika kita merindukan sepakbola Indonesia di era 70-an, 80-an dan 90-an awal, dimana saat itu sepakbola adalah ajang memperat bangsa, bukan memecah bangsa. Di masa itu pula, jarang sekali kita melihat bahkan tak ada kasus pemukulan terhadap wasit.

Memang bukan hanya perwasitan saja yang menjadi PR bagi PSSI, masih ada masalah yang dinilai lebih penting daripada ini. Sebut saja kedewasaan pemain, tingkah laku supporter, kelayakan stadion, dll. Tapi tak ada salahnya, jika kita mulai dari masalah perwasitan. Toh kedewasaan pemain akan terbentuk dengan sendirinya, jika suatu pertandingan sudah dapat dikatakan berjalan “adil”. Dan saya yakin, seluruh lapisan sepakbola Indonesia pun akan lebih menghargai makna fair play seiring berkembangnya kualitas sepakbola Indonesia.

So bagaimana dengan pendapat anda?
Semoga artikel yang akan dipertarungkan dalam Djarum Black Blog Competition vol.2 ini, menjadi salah satu solusi untuk memperbaiki kualitas wasit Indonesia.
Salam Olahraga…

Find Your Future Here