PEROKOK TAK DAPAT FASILITAS?

Posted by cupskadek.blogspot.com | Posted in | Posted on 08.37

Black In News
Judulnya memang sedikit menghancurkan perasaan para perokok, termasuk pula saya. Tapi tenang dulu, ini baru sebuah wacana. Dan wacana ini pun masih terbatas untuk masyarakat yang berada di Provinsi Jawa Barat dan DKI Jakarta saja.
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat akan mengkaji ulang mekanisme pemberian layanan kesehatan bagi keluarga miskin daerah(gakinda) yang merupakan perokok aktif. Dan upaya tersebut akan dilakukan secara berproses untuk meninjau mekanismenya. Adanya dampak buruk bagi kesehatan yang serius terhadap perokok aktif dan pasif , ditengarai menjadi latar belakang diadakannya program peninjauan ulang ini.
Hal itu tersirat dari apa yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Alma Lucyati. Beliau menyatakan bahwa ia setuju dengan adanya rencana peninjauan itu, karena ada dampak kesehatan yang serius terhadap perokok dan sekitarnya.
Alma juga menambahkan, dari data yang dimilikinya sekitar 30 persen pengeluaran masyarakat miskin justru dipakai untuk membeli rokok. Padahal dari 30 persen itu seharusnya lebih layak untuk dibelikan makanan, minuman, ataupun mengusahakan pendidikan yang layak untuk anak-anak.
Rencana peninjauan pemberian layanan kesehatan bagi masyarakat miskin ini akan membahas tentang masih layak atau tidaknya pemberian layanan kesehatan bagi gakinda. Ini tak lepas dari wacana pemprov DKI Jakarta yagn belum lama ini berencana untuk tidak memberikan pelayanan Jaminan Kesehatan dan Surat Keterangan Tidak Mampu kepada warganya yang diketahui sebagai perokok berat.


Tujuan itu tak lain adalah untuk menekan jumlah perokok agar berkurang. Menurut hasil survey yang dihasilkan di DKI Jakarta, sebanyak22 persendari total pengeluaran selama satu bulan keluarga miskin dihabiskan untuk rook. Itulah sebabnya, banyak LSM yang meminta Pemprov DKI melakuakn penelitian terhadap kasus ini.
Kebijakan itu juga mengarah pada perumusan kembali persyaratan pemberian kartu JPK Gakin dan SKTM kepada keluarga miskin. Keputusan akan diambil dari dat-data yang ada sehingga dapat mengambil rumusan kebijakan berdasarkan asa berkepihakan . Dan diharapkan dari hasil keputusan tersebut, tidak begitu saja memberikan dukungan pada perokok aktif atau justru akan memberatkan masyarakat dari golongan tidak mampu.
Bagaimana untuk golongan menengah ke atas?
Karena saya rasa para pembaca artikel ini juga berada di golongan ini, saya rasa tidak perlu khawatir dengan rencana pemprov tersebut. Toh, kebijakan tersebut ditujukan untuk masyarakat golongan menengah ke bawah. Benarkah?
Secara tegas saya jawab tidak. Kasus ini harusnya bisa jadi pelajaran bagi kita, karena kebijakan ini diluncurkan berdasarkan dampak yang ditimbulkan rokok, selain karena kondisi ekonomi rakyatnya . Dan dampak tersebut adalah umum, tidak hanya untuk masyarakat miskin saja, tetapi untuk semua perokok, baik itu aktif ataupun pasif.
Berdasar pada tanggapan tersebut, ini tidak menutup kemungkinan bahwasanya suatu saat nanti akan diberlakukan aturan untuk menghentikan pemakaian rokok. Dan usaha-usaha itupun sudah terlihat jelas, seperti wacana untuk “mengharamkan” penggunaan rokok, dilarang merokok di fasilitas umum, menaikan pajak rokok dan lain sebagainya.
Masalah selanjutnya adalah bagaimana reaksi perokok jika aturan tersebut benar-benar dijalankan? Masih adakah arti kebebasan bagi perokok?

Comments (0)

Posting Komentar

Find Your Future Here